Pacu Inovasi Industri, Unit Litbang Kemenperin Gandeng Swasta

By Admin

nusakini.com--Kementerian Perindustrian terus mendorong upaya menghasilkan inovasi yang sesuai kebutuhan di dunia industri saat ini melalui balai-balai di lingkungannya. Hal ini dalam rangka meningkatkan daya saing produk nasional. 

Oleh karena itu, pemerintah giat menggandeng sektor swasta agar ikut berkontribusi memajukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) pada sektor manufaktur. Jumlah unit litbang di Kemenperin saat ini mencapai 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri. 

“Salah satu langkah strategis yang dapat dilaksanakan adalah melalui kerja sama dengan swasta supaya bisa mengalokasikan dana Corporate Social Responsibility atau CSR-nya untuk keperluan riset di dalam negeri,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara ketika ditemui di Jakarta, Rabu (6/9). 

Menurut Ngakan, upaya tersebut menjadi solusi karena alokasi untuk kegiatan litbang yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sekitar 0,08 persen dari total APBN setiap tahunnya. Sedangkan, negara tetangga seperti Malaysia sudah mengalokasikan sebesar 1,26 persen dan Singapura mencapai 2,20 persen dari PDB. 

“Minimnya anggaran litbang ternyata berpengaruh kepada menurunnya daya saing inovasi Indonesia secara umum,” tegasnya. Berdasarkan data World Economic Forum (WEF) yang tercatat dalam The Global Competitiveness Index 2016-2017 Rankings khususnya pada indeks kapasitas inovasi, Indonesia menempati urutan ke-46, di bawah Singapura yang berada di posisi ke-13 dan Malaysia peringkat ke-26. 

Guna memperbaiki kondisi tersebut, Kemenperin berkomitmen terus memacu peran unit litbang yang dimilikinya agar gencar melakukan alih teknologi sebagai salah satu wujud nyata mendorong terjadinya pengembangan iptek di Tanah Air. “Hingga saat ini, Balai Besar dan Baristand Industri di bawah unit BPPI telah menghasilkan 93 paten yang terdiiri dari 82 paten dan 11 paten sederhana,” ungkap Ngakan. 

Dari keseluruhan hasil litbang tersebut, baik yang sudah maupun belum dipatenkan telah diterapkan oleh industri, seperti kertas kemasan baja, peredam suara dari limbah tekstil, alat pembuat kacang goyang, rekayasa alat pengganti kuas pengoles sambal keripik sanjai, dan lainnya. 

Dia menambahkan, kolaborasi antara litbang dan pelaku industri harus terus ditingkatkan baik di level pabrikan besar maupun di tingkat pebisnis skala kecil dan menengah. “Dengan kolaborasi itu akan mendapatkan dana penelitian sekaligus peluang untuk berakselerasi lebih cepat,” imbuhnya. 

Kemenperin kembali menjalin kerja sama antara beberapa unit litbangnya dengan produsen komponen otomotif PT Rekadaya Multi Adiprima (RMA). Langlah ini dalam upaya meningkatkan kegiatan riset komponen lokal guna memenuhi industri otomotif agar dapat bersaing secara global.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kemenperin, Lintong Sopandi Hutahean mengatakan, hasil penelitian dan pengembangan dapat menjawab segala peluang dan tantangan di sektor industri saat ini. Untuk itu, pemerintah berharap investasi baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengalir serta menghasilkan berbagai inovasi. 

“Berbagai jenis produk seperti nonwoven, plastik, metal, interior dan printing yang menjadi fokus bisnis RMA dapat lebih dikembangkan lagi dengan kerja sama R&D dan pengembangan material dan desain. Sejauh ini sinergi antara Litbang dengan RMA sudah bisa dikomersialisasi, sehingga kerja sama ini perlu diperluas,” paparnya. 

Pada tahun 2016, PT RMA telah bersinergi di bidang litbang dan komersialisasinya dengan tiga Balai Besar Kemenperin, yaitu Balai Besar Bahan dan barang Teknik (B4T), Balai Besar Tekstil (BBT), dan Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI). 

Riset yang dikerjasamakan antara PT RMA dengan B4T adalah implementasi cover baterai accu untuk kendaraan roda empat. Cover ini berfungsi untuk melindungi aki dari pengaruh panas baik itu yang ditimbulkan oleh mesin maupun lingkungan. 

Dengan BBT, PT RMA bekerja sama dalam pengembangan prototipe panel pengendali kebisingan suara (noise pollution) dari serat alam. “Sedangkan, kerja sama antara PT RMA dengan BBTPPI, yang dilakukan adalah membuat inovasi produksi membran selulosa asetat dari tekstil spinning,” tutur Lintong. 

Menilik kesuksesan beberapa kerja sama tersebut, tahun ini BPPI Kemenperin dan PT RMA berencana memperluas kerja sama dengan lima unit Balai Besar, yaitu Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) terkait penelitian dan pengembangan material flame retardant, anti fungi, painting dan transport packaging. 

Kemudian, Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) terkait pengembangan material composite berbasis serat, Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) terkait teknologi machine stamping, Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) terkait interior otomotif berbasiskan budaya lokal Indonesia, serta Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP) terkait material berbasis karet dan plastik. 

“Kerja sama tersebut ditandai melalui penandatanganan lima MoU baru pada Forum Inovasi dan Intermediasi Litbang Industri yang diselenggarakan pada tanggal 4 September 2017,” ujar Lintong. Pada kesempatan itu, ditampilkan hasil kerja sama litbang sebelumnya dengan tiga Balai Besar Kemenperin serta penyelenggaraan business matching antara perusahaan industri dengan unit litbang BPPI. 

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, produk Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan daya saing sehingga mampu berdaya saing dengan produk impor. Capaian ini merupakan hasil nyata dari pelaksanaan riset dan pengembangan yang dijalankan oleh industri nasional dalam menghasilkan inovasi produk. 

“Peningkatan daya saing dan produktivitas bangsa itu merupakan bagian dari Nawacita pemerintahanJokowi-JK. Makanya, upaya peningkatan daya saing dan produktivitas menjadi penting," ungkapnyaketika memberikan kuliah umum di Universitas Mercu Buana (UMB), akhir pekan lalu. 

Di hadapan 5.500 mahasiswa baru UMB yang terdiri dari program ahli madya, sarjana, magister, dan doktor, Menperin menyarankan agar seluruh perguruan tinggi di Indonesia memasukkan mata kuliah coding sebagai pelajaran dasar. Hal tersebut karena pasar dunia saat ini lebih dominan di bidang internet hosting atau berbasis startup. "Kemenperin juga mendorong perguruan tinggi untuk tidak hanya memasukkan hardware sebagai mata kuliah dasar, tetapi juga coding," tuturnya. 

Menurut Airlangga, langkah tersebut perlu dilakukan lantaran dunia kerja saat ini khususnya di sektor industri kreatif lebih banyak diminati oleh para generasi muda. Dengan begitu, mahasiswa ataupun lulusan perguruan tinggi tidak melulu akan menjadi marketing, melainkan mampu menguasai startup. "Semua berbasis aplikasi, jadi bukan hanya lulusan informatika saja yang akan memahami startup, tetapi semua jurusan atau program studi," ujarnya.(p/ab)